Indikator Keberhasilan dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
Penelitian tindakan kelas merupakan penelitian yang dilakukan di kelas dengan tujuan secara umum untuk memperbaiki dan meningkatkan pembelajaran. Penelitian ini pertama kali diperkenalkan oleh ahli psikologi sosial Amerika yang bernama Kurt Lewin pada tahun 1946. Anda dapat membacanya pada artikel saya tentang Sejarah Lahirnya Penelitian Tindakan Kelas.
Indikator keberhasilan PTK merupakan ukuran atau patokan dalam menentukan apakah penelitian yang dilaksanakan berhasil tidaknya. Bagaimana suatu proses belajar mengajar dapat dikatakan berhasil?. Pertanyaan tersebut tergantung setiap guru, karena guru memiliki pandangan masing-masing sejalan dengan filsafatnya. Namun untuk menyamakan persepsi sebaiknya kita berpedoman pada kurikulum yang berlaku saat ini yang telah disempurnakan, antara lain bahwa suatu proses belajar mengajar tentang suatu bahan pengajaran dinyatakan berhasil apabila tujuan instruksional khusus (TIK) dapat tercapai.
Indikator keberhasilan belajar siswa menurut Djamarah dan Zain (2010: 105) adalah “Untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan instruksional khusus (TIK), guru perlu mengadakan tes formatif setiap selesai menyajikan satu bahasan kepada siswa”. Fungsi penilaian ini adalah untuk memberikan umpan balik kepada guru dalam rangka memperbaiki proses belajar mengajar dan melaksanakan perbaikan atau refleksi bagi siswa yang belum berhasil.
Adapun indikator keberhasilan belajar siswa menurut Djamarah dan Zain (2010: 106) adalah:
- Daya serap terhadap bahan pengajaran yang diajarkan mencapai prestasi tinggi, baik secara individual maupun kelompok.
- Perilaku yang digariskan dalam tujuan pengajaran/instruksional khusus (TIK) telah tercapai oleh siswa, baik secara individual maupun kelompok.
Taraf atau tingkatan keberhasilan proses belajar mengajar yang baru dilaksanakan secara keseluruhan seperti diungkapkan oleh Djamarah dan Zain (2010: 108) adalah:
- Apabila 75% dari jumlah siswa yang mengikuti proses belajar mengajar atau mencapai taraf keberhasilan minimal, optimal, atau bahkan maksimal, maka proses belajar mengajar berikutnya dapat membahas pokok bahasan yang baru.
- Apabila 75% atau lebih dari jumlah siswa mengikuti proses belajar mengajar mencapai taraf keberhasilan kurang (dibawah taraf minimal), maka proses belajar mengajar berikutnya hendaknya bersipat perbaikan (remedial).
Pendapat Djamarah dan Zain di atas dapat kita contohkan dalam menilai keberhasilan peneltian tindakan kelas yang anda lakukan. Misalnya dalam penelitian, anda memperbaiki atau meningkatkan hasil belajar siswa dan proses pembelajaran, anda dapat membaginya menjadi dua bagian yaitu sebagai berikut:
- Proses Pembelajaran. Proses pembelajaran dikatakan berhasil jika apa yang telah direncanakan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) terlaksana 75% - 100% di setiap siklus.
- Hasil Belajar. Pelaksanaan tindakan dikatakan berhasil jika rata-rata hasil belajar siswa mengalami peningkatan dan kriteria ketuntasan belajar siswa memenuhi target yang telah ditentukan secara klasikal yaitu 75% serta memperoleh nilai ≥ 70.
Pada poin pertama, anda dapat memberikan skor di setiap langkah-langkah dalam RPP dan menghitung jumlah skor yang diberikan tiap langkah tersebut dan menghitungnya dengan rumus persentase (%) sebagai berikut:
Pada poin ke dua tentang hasil belajar siswa dapat anda lakukan pengukuran dengan melihat rata-rata hasil belajar secara klasikal setiap siklus dan membandingkannya.
Kedua poin di atas juga dapat dijadikan indikator untuk melihat sampai pada siklus berapa penelitian dilaksanakan. Misalnya pada siklus pertama proses pembelajaran siswa tidak terlaksana dengan baik, hanya mencapai persentase 70% dan rata-rata hasil belajar siswa secara klasikal mencapai 70. Maka, guru/peneliti dapat melanjutkan siklus penelitiannya. Siklus penelitian ini akan berhenti ketika proses pembelajaran dan hasil belajar telah mencapai target yang ditetapkan tersebut.
Comments
Post a Comment